RAYANA, RAYANI DAN PONDOK KECIL YANG TERBUAT DARI ANEKA MAKANAN
Rayana
dan Rayani adalah kakak beradik yang tinggal di sebuah pondok kecil ditepi
hutan, bersama Ayah dan Ibu Tirinya. Ibu kandung Rayana dan Rayani telah
meninggal dunia. Mereka hidup miskin, dan karena kemiskinannya itu, Ibu Tiri
sering memperlakukan Rayana dan Rayani dengan buruk.
Suatu
malam, Ibu Tiri berkata kepada Ayah, “Persediaan makanan sudah menipis dan
tidak cukup untuk kita semua. Aku tidak bisa memberi makan anak-anak lagi. Bawa
mereka ke hutan dan tinggalkan di sana.”
Diam-diam,
Rayana dan Rayani mendengarkan percakapan orang tua mereka dan mereka khawatir.
"Oh!"
isak Rayani.
“Jangan
menangis, Rayani,” kata Rayana, ”Jika mereka meninggalkan kita di hutan, aku
akan mencari cara agar bisa menemukan jalan pulang.”
Diam-diam
Rayana pergi keluar dan mengumpulkan kerikil-kerikil kecil. Kerikil-kerikil itu
disimpan di saku celananya.
Keesokan paginya, Ibu Tiri membangunkan
mereka.
“Kita
akan pergi ke hutan. Kalian harus ikut,” kata Ibu Tiri sambil memberi bekal
masing-masing sepotong ubi bakar.
Dalam
perjalanan menuju ke tengah hutan, Rayana menjatuhkan kerikil kecil setiap
beberapa langkah sekali.
Sampai
di tengah hutan, mereka berhenti dan beristirahat.
“Anak-anak,
kalian istirahatlah di sini dulu. Ayah dan Ibu akan mencari kayu bakar.
Tunggulah sampai kami Kembali,” kata Ayah.
Rayana
dan Rayani mengangguk. Mereka lelah dan
lapar. Mereka memakan bekal ubi bakar. Dan setrelah itu mereka mereka merasa
mengantuk. Mereka pun tertidur lelap di bawah pohon di tengah hutan.
Ketika
mereka bangun, hari sudah sangat gelap. Ternyata Ayah dan Ibu Tiri tidak kembali menjemput mereka. Rayani
mulai menangis tersedu-sedu. Rayana menasihati adiknya, “Jangan khawatir,
tunggu sampai bulan terbit, Kita akan pulang dengan selamat.”
Ketika
bulan telah terbit, mereka berjalan bergandengan tangan. Rayana hafal tempat
dimana ia tadi melemparkan kerikil. Cara itulah yang menuntun mereka Kembali ke
rumah.
Ayah
dan Ibu Tiri terkejut melihat mereka pulang ke rumah.
“Besok
kita harus membawa mereka lebih jauh lagi ke dalam hutan, sehingga mereka tidak
akan bisa pulang ke rumah,” kata Ibu Tiri, pada malam harinya.
Rayana
dan Rayani gemetar mendengar kata-kata Ibu Tiri mereka. Rayani merasa sangat
sedih tetapi Rayana selalu menghiburnya.
Keesokan
paginya, mereka kembali berjalan ke tengah hutan. Kali ini lebih jauh dibandingkan
hari kemarin. Ibu Tiri memberi mereka bekal ubi bakar yang keras.
Dalam
perjalanan, Rayana meremukkan ubi menjadi potongan-potongan kecil dan melemparkannya
sebagai tanda seperti kemarin.
Sama
seperti kemarin, mereka ditinggalkan di tengah hutan hingga tertidur pulas.
Saat mereka terbangun, mereka mencari jalan pulang dengan mengikuti
potongan-potongan ubi. Tetapi ternyata potongan-potongan ubi itu telah hilang
dimakan burung-burung. Akhirnya mereka tersesat dan tidak bisa pulang.
Tengah
malam di tengah hutan sangat gelap. Rayana dan Rayani kedinginan dan kelaparan.
Tiba-tiba mereka melihat setitik cahaya di ujung hutan. Mereka berjalan menembus
kegelapan menuju ke arah titik cahaya itu.
Mereka
sampai ke titik cahaya itu saat pagi datang dan matahari sedah terbit. Ternyata
titik cahaya itu berasal dari jendela sebuah pondok di tengah hutan. Pondok itu
berbau harum makanan yang sepertinya sangat enak. Mereka segera mendekati
pondok itu.
Ternyata
dinding pondok itu terbuat dari adonan kue yang sangat lezat. Atapnya terbuat
dari pepohonan bermacam buah-buahan, yang sangat segar dan ranum. Pintunya
terbuat dari pohon sayur-sayuran yang daunnya siap disantap.
Karena
Rayana dan Rayani sangat kelaparan, mereka segera meraup dinding pondok dan
memakannya. Ternyata adonan kue yang sangat enak. Mereka lalu memetik
buah-buahan yang terjulur dari atap pondok itu. Hmmm, lezat sekali. Mereka juga
memakan daun-daunan yang hijau segar di pintu pondok itu.
Saat
mereka sedang asyik menikmati makanan itu, terdengar suara teriakan dari dalam
rumah.
“Binatang
apa sih, pagi-pagi sudah membuat gaduh di dinding, atap dan pintu rumahku!!”
Rayana
dan Rayani terkejut. Mereka bersembunyi di balik pintu yang dibuka. Mereka
melihat seorang nenek tua keluar, berjalan tertatih-tatih dengan tongkat di
tangan. Tak salah lagi, yang mereka lihat adalah seorang Nenek Sihir!
Dia
adalah nenek penyihir yang sangat jahat! Yang sengaja membuat pondok dari
berbagai macam makanan untuk menarik orang-orang datang, lalu dijadikan tumbal
kesaktiannya!
Dengan
kekuatan sihirnya, Rayana dan Rayani berhasil ditangkap dan dimasukkan ke
kandang besar di dalam pondok. Rayana dan Rayani ketakutan akan dijadikan
tumbal oleh Nenek Sihir jahat itu.
“Kalian
masih terlalu kecil untuk kujadikan tumbal. Kalian harus banyak makan makanan
enak agar cepat besar. Dan kalian juga harus membantuku menyiapkan makanan enak
itu. Kamu, gadis kecil, tugasmu adalah membantuku membuat makanan lezat. Dan
kau, anak muda, tugasmu menyiapkan kayu bakar. Kamu bisa mencari kayu bakar di
sekitar sini, tapi tak akan bisa lolos dari pengawasanku. Hihihihihi…,” kata si
Nenek Sihir.
Sejak
hari itu, Rayana dan Rayani menjalankan tugasnya di pondok penyihir itu. Mereka
tak merasa kelaparan lagi. Setiap hari mereka makan-makanan yang lezat dan
bergizi. Membuat badan mereka semakin lama makin besar dan kuat.
Tapi
mereka juga khawatir, karena semakin tubuh mereka besar, semakin dekat pula
waktu untuk menjadi tumbal kesaktian Nenek Sihir. Makanan yang bergizi membuat
otak Rayana menjadi cerdas. Sehingga ia menemukan cara untuk melawan Nenek Sihir.
Diam-diam Rayana membisikkan rencananya kepada Rayani. Rayani paham dan
menangguk setuju.
Pagi
itu, Rayana dan Rayani berniat menjalankan rencana itu.
“Rayani!
Kenapa kamu lama sekali menyalakan tungku untuk memasak! Kalian harus segera
sarapan pagi agar cepat besar!” teriak Nenek Sihir.
“Tidak
tahu kenapa hari ini tungkunya tidak mau menyala!” kata Rayani.
“Dasar
bodoh! Pantas saja tungkunya tidak mau menyala! Kayu bakarnya masih basah!”
teriak Nenek Sihir marah.
“Sekarang
sedang musim hujan. Sangat sulit menemukan kayu bakar yang kering,” kata
Rayana.
“Kalian
memang tidak berguna! Minggir kalian! Biar aku sendiri yang melakukannya!” kata Nenek Sihir sambil
mendekati tungku.
Nenek
Sihir itu membungkuk, lalu dengan sihirnya, api tungku menyala sangat besar
dalam sekejap. Melihat kesempatan itu, Rayana dan Rayani segera mendorong tubuh
Nenek Sihir yang masih membungkuk. Rayana dan Rayani sekarang memiliki tenaga
yang cukup kuat, tidak seperti dulu lagi. Nenek Sihir tak sempat mengelak. Ia
jatuh terdorong ke dalam nyala api tungku yang sangat besar. Nenek Sihir pun
tewas seketika.
Rayana
dan Rayani senang dan lega, karena mereka selamat dari menjadi tumbal sang Nenek
Sihir.
“Ayo
kita segera pulang, Rayani!” ajak Rayana.
“Tunggu,
Kak! Aku mau menunjukkan sesuatu!” kata Rayani.
Rayani
menunjukkan kepada Rayana sebuah tempat penyimpanan rahasia milik Nenek Sihir.
Di tempat itu terdapat sebuah kotak penuh perhiasan emas permata. Rayana dan
Rayani bertambah senang melihatnya.
Kedua kakak beradik itu segera pergi meninggalkan pondok yang
terbuat dari aneka makanan itu. Tak lupa mereka membawa bekal cukup banyak,
karena untuk menemukan jalan pulang akan sangat sulit dan lama, mungkin bisa
beberapa hari.
Dan akhirnya, setelah beberapa hari mereka terus mencari jalan
pulang, mereka melihat pondok kecil tempat mereka tinggal dulu. Ayah menyambut
kedatangan mereka dengan terharu dan menangis.
Ternyata Ibu Tiri mereka telah meninggal karena suatu
penyakit. Rayana dan Rayani tidak mendendam. Mereka sadar semua ini terjadi
karena kemiskinan. Mereka memaafkan Ayah mereka. Dan dengan sekotak perhiasan
yang mereka dapatkan, mereka tidak akan kesusahan lagi. Mereka hidup bahagia
selamanya.***
Dikisahkan Kembali oleh:
Cahyo Widi
Dari kisah legenda dongeng
dunia, “Henzel and Gretel”, yang diadaptasi ke dalam cerita berbahasa
Indonesia.
Komentar
Posting Komentar